Minggu, 04 Oktober 2009

Puisi di Kompas, 4 Oktober 2009


SAJAK-SAJAK S YOGA
NAIK SEPEDA FONGERS

kulewati jalan kampung penuh debu
bagai asap menyelimuti diri ini
kubunyikan bel ting tong
agar kambing-kambing menyingkir
agar aku segera tiba di kuburan
di senja hari yang sunyi

fongers tua dengan rem botol
membawaku ke tempat keramat
lampu kupadamkan agar perjalanan
malam (karena senja telah sirna) ini
tambah seram
tiba di tempat istimewa
segera kuparkir fongers bb-60-ku
sambil berbaring semalaman
aku menanti bintang jatuh
sambil bersiul-siul
semoga ada burung hantu
yang menyahut

agar kita tahu
betapa isyarat menjadi
tanda yang berarti
seperti roda sepeda
yang berputar mencari waktu
pemberhentian

Ngawi-Madiun, 2009
Kompas, 4 Oktober 2009

ARLOJI

ia berdetak saja
tak mengenal waktu
di tangan ia melingkar
meski terlepas
ia telah menorehkan
sebuah isyarat
yang tak bisa terhapus

ketika tidur
ia membisikiku
dengan zikir detik
yang khidmat
di keheningan

apakah aku
masih bisa bangun
esok pagi

segera kuhempaskan
pikiran buruk
aku tak ingin
malam-malamku
dihantui kecemasan

kadang aku merasa
arloji adalah
berhala yang dipuja
agar kita selalu ingat
dan terikat pada janji
perih memang bila
janji tak bisa ditepati

di keramaian pun
aku tak bisa lepas dari detik
yang selalu mengintai
sehingga hidup ini
rasanya selalu diawasi

waktu berjalan begitu lambat
sedang usia meloncat-loncat
persis uban di kepala
hingga tak bisa kuhitung lagi

kadang aku merasa damai
bila arloji ini tiba-tiba rusak
dan masuk reparasi

namun hanya sebentar
karena detaknya
terus ada di dada
ia tak pernah henti
selalu mengikuti

kapan berhenti berdetak
agar kecemasan ini
tidak berlebih

Ngawi-Madiun, 2009
Kompas, 4 Oktober 2009

Tidak ada komentar: